watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

CELAH ONANIKU

Waktu itu aku telah duduk di bangku SMP kelas
dua dan berusia 14 tahun lebih. Aku memang
telah menjadi seorang anak lelaki yang sangat
tergila-gila dengan segala bentuk kegiatan yang
ada hubungannya dengan sex bahkan aku bisa
membuat sesuatu mengarah ke sekitar masalah
sex.
Misalnya aku melihat suatu benda pasti aku
langsung memikirkan bahwa seandainya benda
itu dibuat begini atau begitu pasti bisa
mengasyikan. Semenjak aku telah merasakan
dan mengetahui bahwa perbuatan sex itu
memang asyik dan nikmat aku terus memburu
dan mencarinya.
Sebelum Ana dan Tari pindah dari lorongku aku
sering melakukan pada mereka berdua. Dimana
saja dan kapan saja yang penting aku
mendapatkan waktu cocok pasti aku
melakukannya, baik itu bersama Tari ataupun
bersama Ana. (baca: "Sex Perdanaku 1 dan 2").
Tetapi mereka telah pindah bersama keluarganya
masing-masing setamat dari Sekolah Dasar
tetapi lokasi pindah mereka masih disekitar
kotaku juga. Jaraknya kira-kira 15 kilometer dari
tempat tinggalku.
Terpaksa aku harus mengatasi gejolak sexku
dengan caraku sendiri, kadang aku masturbasi
alias onani sambil menghayalkan kenikmatan
yang aku dapatkan dari Ana dan Tari walaupun
cara itu kurang nikmat aku rasakan dibanding
bermain langsung dengan mereka ataupun
orang lain. Ibarat orang bermain tinju kalau tidak
ada lawannya kurang enak rasanya. Tetapi lama
kelamaan aku bisa menikmatinya dengan penuh.
Hingga suatu saat aku mendapat kesempatan
dimana kedua orang tuaku dan Kakak sepupuku
bahkan tanteku kujadikan media untuk
masturbasiku dan inilah yang aku akan tuturkan
pada kisahku kali ini.
*****
Kejadian itu berawal pada suatu malam ketika
aku terbangun karena merasakan ingin buang air
kecil. Akupun bangun untuk kekamar mandi.
Karena sudah terbangun aku jadi sulit untuk
memejamkan mataku kembali yang memang
sudah menjadi kebiasaanku apalagi jam di
dinding kamarku waktu itu telah menunjukkan
pukul 01.57 dini hari.
Sambil terus berusaha memejamkan mata agar
dapat tidur kembali pikiranku mulai menerawang
kemana-mana sambil memandang langit-langit
kamar.Tetapi usaha itu kurang berhasil ditambah
lagi pikiranku sudah mulai menghayalkan
perbuatan-perbuatan sex yang pernah aku
dapatkan dari Ana ataupun Tari.
"Sst.. ah.. ahh..", aku mulai berdesis sambil
mengelus-elus penisku yang mulai ereksi.
Tetapi perbuatanku itu aku lakukan secara
perlahan karena takut kedua adikku terbangun
yang memang sekamar denganku. Kamarku itu
memang kami tempati bertiga, aku berada
seranjang dengan adikku yang nomor tiga
namanya Sony tetapi dia berada dibawahku
karena kami berdua mengenakan ranjang
bertingkat dua sedangkan satu ranjang lagi
berada kira-kira satu meter disamping ranjang
kami yang ditempati oleh adikku yang nomor
dua bernama Rony, Umur mereka juga hanya
beda-beda setahun dari umurku. Sambil terus
berkhayal aku terus mengelus kepala penisku
yang sudah mulai licin oleh air bening yang
keluar dari senjataku itu.
"Ouh.. ah.. ah..", desisku pelan.
Namun terdengar seperti ada desahan lain selain
desahanku sendiri yang kadang-kadang desahan
itu tiba-tiba menghilang.
"Oh.. ya.. yes..", terdengar desahan-desahan itu
secara samar-samar.
Akupun memasang telingaku untuk memastikan
bahwa suara itu bukan suaraku, akupun diam
sejenak dan ternyata benar kini aku tidak
bersuara tetapi desahan itu tetap terdengar. Lalu
aku bangun dan duduk untuk mencari dari mana
asal suara itu. Sambil memasang kembali
telingaku dengan sangat cermat. Kupandang
setiap sudut ruangan kamarku dan pandanganku
berhenti dipintu plafon kamarku dan sepertinya
suara itu berasal dari situ.
Di kamarku memang ada semacam pintu untuk
naik dan turun bila kita ingin naik ke atas plafon.
Tempat tidurku memang berada dekat sekali dari
pintu plafon itu karena ranjangku berada
ditingkat yang kedua. Maka dengan mudah sekali
aku membuka pintu plafon itu namun tetap
dengan sangat perlahan karena takut
menimbulkan suara yang dapat membangunkan
kedua adikku.
"Yeah.. oh.. oh.. fuck me.. yes..", suara itu
semakin terdengar jelas ketika aku membuka
pintu plafon dan suara itu sepertinya suara yang
keluar dari sebuah TV.
Dugaanku langsung mengatakan bahwa suara
itu berasal dari kamar Papa dan Mamaku sebab
hanya di kamar itu yang mempunyai televisi
selain televisi yang ada diruang tengah rumahku.
Karena didorong rasa ingin tahu apa yang
sedang ditonton oleh kedua orang tuaku,
akhirnya aku nekad naik keatas plafon itu.
Walaupun sebenarnya aku sudah tahu bahwa
mereka sedang memutar Film Blue atau BF, itu
bisa aku pastikan dengan suara-suara desahan
yang keluar dari televisi didalam kamar mereka.
Ketika aku sudah berada diatas aku belum bisa
langsung menuju ke atas plafon kamar Papa dan
Mamaku sebab mataku harus beradaptasi dari
terang ke gelap. Setelah aku sudah dapat melihat
akupun merangkak menuju kearah kamar kedua
orang tuaku dengan sangat hati-hati sekali agar
tidak menimbulkan suara sedikitpun apalagi
suara yang bisa membangunkan seisi rumah.
"Fuck me.. oh.. yes.. yes..", suara dari televisi itu
semakin terdengar jelas, rupanya aku telah
berada di atas kamar kedua orang tuaku.
"Jangan sekarang dong Mam.. habiskan dulu
filmnya", terdengar suara Papaku dengan sedikit
berbisik, namun karena aku memang kini berada
tepat diatas kamar mereka maka walaupun
Mamaku berbisik aku bisa mendengarnya
dengan jelas bahkan suara napas mereka yang
memburu kadang terdengar di telingaku dari
atas plafon itu.
"Sst.. oh.., ayolah Pap..", kini suara Mamaku
yang terdengar olehku dengan nada manja dan
setengah merengek seperti memohon sesuatu
dari Papaku.
"Sudah banjir ya Mam.., rasanya jari Papa basah
semua nih..", seru Papaku.
"He.. eh.. oh.. sst..", hanya itu yang terdengar
dari mulut Mamaku menjawab pertanyaan
Papaku tadi.
Birahiku mulai bangkit menghayal dan
membayangkan apa yang dimaksud dari
pembicaraan Papa dan Mamaku ditambah lagi
desahan-deshan kecil yang keluar dari mulut
Mamaku bercampur dengan desahan-desahan
yang keluar dari film yang mereka tonton.
Kontolku sudah tegang tidak bisa ditahan lagi
oleh celana karet yang aku pakai sehingga celana
itu membentuk bukit kecil oleh desakan kontolku
dari dalam.
Karena merasa kurang puas dengan
mengahayalkan saja, aku nekad membuat celah
kecil diatas plafon itu agar bisa melihat ke dalam
kamar Papa dan Mamaku. Dengan berbagai
upaya dan sangat hati-hati sekali akhirnya aku
berhasil, sayang sekali celah itu hanya terfokus
pada satu arah saja. Kebetulan yang terlihat
hanya layar televisi dan ujung tempat tidur Papa
dan Mamaku sehingga kedua ujung kaki mereka
dapat kulihat juga mulai dari betis kebawah.
Akupun ikut melihat adegan-adegan dari film itu
melalui celah yang kubuat sambil sekali-sekali
melihat juga kaki Papa dan Mamaku yang saling
tumpang tindih. Napasku semakin tidak
beraturan ikut menyaksikan adegan-adegan di
layar televisi itu ditambah lagi desahan-desahan
dari dalam kamar itu, baik itu yang berasal dari
mulut kedua orang tuaku maupun dari pemeran
film yang sedang kami tonton.
Kontolku semakin tegang, akhirnya tanganku
satu megeluarkan kontolku dari dalam celana,
sementara yang satunya tetap menjaga celah itu
tetap terbuka agar aku tetap bisa melihat kejadian
dibawah sana. Kuelus-elus kontolku itu dengan
perlahan merasakan kenikmatannya sambil terus
menyaksikan dan mendengarkan adegan-
adegan dari dalam kamar Papa dan Mamaku itu.
"Sst.. ohh.. ah..", desisku pelan sambil
memejamkan mataku membayangkan
seandainya aku juga sedang berada didalam
kamar itu menyaksikan Papa dan Mamaku
sedang bersetubuh.
"Ouh.. ah.., sedot Pap.., ya.. begitu, sst..", tiba-
tiba suara Mamaku terdengar dengan nada
menggairahkan sekali.
Akupun segera coba melihat apa yang mereka
lakukan namun hanya setengah dari punggung
Papaku saja yang dapat aku lihat dengan posisi
setengah membungkuk.Dengan sedikit
berfantasi aku sudah dapat menerka Papaku
sedang menghisap payudara Mamaku.
"Oh.. ahh.., lidahmu putar disitu Pap, ya.. oh..
terus.. ah.. enaknya", terdengar lagi desahan
nikmat dari mulut Mamaku sambil aku terus
berfantasi gerakan apa yang mereka lakukan
karena aku tidak bisa melihat mereka berdua
secara langsung dan utuh.
Kocokan pada penisku yang tadi pelan kini
bertambah cepat mendengarkan desahan-
desahan itu. Kini aku sudah tidak perduli lagi
dengan lubang kecil itu untuk dapat melihat
kebawah sana karena yang berperan sekarang
adalah fantasiku dan desahan-desahan Mamaku
yang semakin sering terdengar mengalahkan
suara dari televisi dikamar mereka bahkan
perkiraanku mereka sudah tidak nonton lagi
tetapi sudah sibuk untuk mempraktekkan juga
apa yang mereka nonton.
Tak lama kemudian suara televisi terdengar
seperti dipelankan, segera aku buka sedikit celah
didepanku untuk melihat apa yang sebenarnya
terjadi di bawah. Ternyata Mamaku yang hanya
bercelana dalam sedang mengecilkan suara
televisi itu. Kerongkonganku langsung kering
ketika kulihat tubuh Mamaku yang putih dengan
payudara membusung indah serta putingnya
yang mekar akibat permainan mulut
Papaku.Tanganku seketika itu berhenti
mengocok kontolku namun aku justru meremas
kuat batang kontolku sambil menelan ludahku
beberapa kali untuk membasahi
kerongkonganku yang kering itu.
Setelah mengecilkan suara televisi aku melihat
Mamaku kembali naik keatas ranjangnya namun
berhenti di antara kedua kaki Papaku. Kini hanya
punggung Mamaku yang dapat aku lihat dengan
posisi setengah membungkuk dan payudaranya
sedikit menggantung dan berayun-ayun kecil bila
terlihat dari samping.
"Ah.. oh.. uh..", tiba-tiba Papaku mendesis
nikmat.
"Enak ya Pap?", suara Mamaku dengan nada
bertanya kepada Papaku.
"Enak.. oh.. Mam", jawab Papaku.
"Ya.. oh.. sedot Mam, oh.. begitu..ah.."
Akupun melepaskan kembali pegangan untuk
membuka celah itu dan tidak
memperdulikannya.Karena kini aku kembali pada
fantasiku untuk membayangkan posisi yang
dilakukan oleh Papa dan Mamaku sambil
tanganku megelus lembut kontolku dari kepala
sampai pangkalnya yang sudah licin oleh air
kenikmatanku yang berwarna bening.
"Berhenti Mam, bisa-bisa aku keluar sekarang",
terdengar kembali suara Papaku.
"Masukkin sekarang ya Pap..?", kini suara
Mamaku yang terdengar.
Karena ingin tahu lagi apa yang mereka akan
lakukan akupun membuka celah itu kembali
dengan tanganku yang satu sementara tanganku
yang satunya tetap megelus pelan kontolku yang
sudah licin. Akupun melihat ujung kaki Papaku
sudah berada ditengah-tengah kaki Mamaku
yang terbuka lebar.
"Agh.. oh.. sstt.., enak Mam", terdengar suara
Papaku.
"Enak Pap, oh.. goyang Pap, ah..", kini suara
Mamaku yang terdengar, begitu terus suara
mereka saling bersahut sahutan sambil terus
bekerja keras mendapatkan puncak kenikmatan.
Aku yang mendengar desahan-desahan mereka
berdua semakin mengaktifkan tanganku yang
tadinya hanya mengelus-elus kontolku kini
mengocoknya dengan penuh perasaan sambil
terus berfantasi tentang gerakan-gerakan yang
dilakukan oleh Papa dan Mamaku.
"Punyamu licin sekali Mam, oh.. oh..", terdengar
suara Papaku dengan sangat bergairah.
"Putar dong Pap, ayo.. oh.. ah..", terdengar
suara Mamaku.
"Angkat sedikit dong Mam, sst.. aku mau putar
nich.. oh..", terus terdengar suara mereka saling
memberikan semangat untuk mencapai
kemenangan.
Merasakan aktivitas sex mereka semakin
meningkat seiring itu pula kontolku kukocok
dengan penuh gairah.
"Ah.. ah.. oh", akupun mendesis pelan
menikmati permainan soloku.
"Auh.. ya..", aku terus mendesis
membangkitkan sendiri gairahku agar air sperma
yang terasa sudah terkumpul di batang
kemaluanku dapat aku keluarkan.
"Ya.. tekan Pap, Mama sudah terasa nih.. oh..
ahh", seiring dengan erangan keras yang keluar
dari mulut Mamaku akupun mencapai puncak
kenikmatanku.
"Crot.. crot.. crot..", air kenikmatanku melompat-
lompat keluar sampai lima kali dan berhamburan
di atas plafon itu.
"Ah.. oh.. nikmat.. Mam..", tanpa kusadari aku
mengeluarkan kata-kata itu karena memang dari
tadi aku juga sedang berfantasi ikut bermain
dengan Mamaku.
Sambil duduk untuk memulihkan kembali
stamina yang sudah terkuras setelah
mendapatkan kenikmatanku sendiri aku terus
mendengarkan suara dari dalam kamar Papa
dan Mamaku. Dan tak lama kemudian aku
mendengarkan suara Papaku yang mengerang-
ngerang.
"Oh.. ya.. sedikit lagi Mam"
"Aduhh.. ah.. ya.. ya.. ya.. ohh..", terdengar
suara Papaku bercampur dengan nafasnya yang
naik turun seperti orang habis mengangkat
beban berat.
Setelah beberapa waktu tidak terdengar suara
apa-apa, pintu kamar mandi Papa dan Mamaku
terdengar dibuka yang disusul kemudian suara
gemericik air, akupun bergerak dengan sedikit
rasa kelelahan untuk kembali turun dari atas
plafon itu ketempat tidurku. Mungkin karena
sudah letih setelah bermain solo diatas plafon
tadi akupun langsung tertidur ketika kepalaku
bersandar dibantal tempat tidurku dengan
perasaan kepuasaan yang teramat sangat.
Keesokan harinya sepulang dari sekolah, aku
yang sengaja tidak keluar bermain
memanfaatkan situasi sepi siang itu. Sony dan
Rony sedang bermain di rumah tetangga
sementara kedua orang tuaku belum pulang dari
bekerja dikantornya. Akupun naik kembali keatas
plafon untuk melaksanakan rancangan yang aku
buat tadi di sekolah yaitu membuat celah yang
bisa melihat keseluruh sudut ruangan didalam
kamar Papa dan Mamaku sehingga apabila Papa
dan Mamaku sedang bermesraan aku dapat
menyaksikan adegan-adegan mereka dengan
bebas dan aman.
Setelah bekerja kurang lebih setengah jam diatas
plafon itu akhirnya aku berhasil membuat
rancanganku itu. Kini seluruh sudut didalam
kamar itu dapat aku pantau dari atas plafon itu
dan aku merencanakan menguji coba celah itu
sebentar malam.
Setelah aku merasa telah siap dan aman
semuanya aku beranjak hendak turun dari plafon
itu takut keburu saudara-saudaraku pulang dari
bermain dan orang tuaku yang juga sebentar
lagi pulang dari kantor mereka masing-masing.
"Na.. na.. na..", terdengar suara seorang wanita
sedang bernyanyi kecil ketika posisiku telah
berada didekat pintu plafon kamarku.
Aku langsung mencari asal suara itu. Tak lama
kemudian suara guyuran air seperti orang
sedang mandi ikut terdengar diantara suara kecil
wanita yang sedang menyanyi itu. Aku mulai
berpikir-pikir dan akhirnya aku temukan
jawabannya bahwa suara itu adalah suara kakak
sepupuku yang bernama Erna.
Rumah kami memang bersebelahan hanya
dibatasi oleh sebuah tembok pemisah sepanjang
badan rumah kami.Namun kamar mandinya
persis menempel di badan belakang rumahku
sehingga ujung atap rumahku terpotong sedikit
agar bisa bersambung dengan atap kamar
mandi mereka.
Rasa takut yang tadi ada kini dibunuh oleh
perasaan penasaran yang timbul ingin
menyaksikan kakak sepupuku itu sedang mandi.
Tanpa membuang waktu aku segera merangkak
mendekati kamar mandi itu. Dan kini aku telah
sampai diatas kamar mandi itu yang kebetulan
sekali situasi disitu sangat menunjang dan aman
untuk menyaksikan tubuh indah dan mulus milik
kakak sepupuku itu. Tidak seperti di atas kamar
orang tuaku harus dirancang khusus.
Kini pandanganku sedang menatap dengan
penuh gairah kearah tubuh Kak Erna yang
sedang memakaikan sabun keseluruh tubuhnya.
Fantasiku mulai ikut berperan saat itu,
seandainya aku yang menyabuni tubuh mulus
milik kakak sepupuku itu oh.. betapa nikmatnya.
Tangan indahnya kini sedang mengusap-usap
lembut kedua payudaranya yang sebesar bola
kaki dan sekali-sekali memutar kecil kedua puting
susunya yang sedang mekar karena terkena
guyuran air yang dingin.
"Oh.. ah.. ah..", aku mulai mendesah merasakan
gairahku mulai bangkit.
Penisku juga aku rasakan mulai meronta-ronta di
dalam celanaku. Setelah selesai mengusap-usap
kedua payudaranya kini tanganya turun
mengusap-usap sekitar tempat yang paling
diingini oleh semua lelaki. Dengan lembut
tangannya meggosok-gosok bulu yang berada
disekitar vaginanya itu.
"Ah.. oh.. sst..", aku terus mendesis sambil
mengocok penisku yang kini telah aku keluarkan
dari dalam celanaku.
Semakin lama kocokanku semakin kencang,
terasa air kenikmatanku mulai saling mendesak
ingin melepaskan diri dari dalam batang
kemaluanku. Pandanganku juga terus mengarah
ke tubuh Kak Erna sambil terus berfantasi, kini
aku melihat Kak Erna jongkok dan tangannya
mengusap masuk kedalam lubang vaginanya.
"Ya.. oh.. sedikit lagi Kak Er.. ya.. oh..", sambil
berfantasi Kak Erna sedang bersetubuh
bersamaku dengan gaya ia berada diatas atau
joki style.
"Ah.. oh.. ya.. ya.. ayo..", seruku sambil
kocokkan pada kontolku semakin cepat.
Air spermaku rasanya sudah berada diujung
lubang penisku seiring dengan perasaan panas
dingin yang mulai aku rasakan pada tubuhku.
"Crot.. crot.. crot..", berhamburanlah air
kenikmatanku melompat keluar dari lubang
kontolku dan berhamburan di atas plafon itu.
"Ah.. oh.. enak Kak Er, sst.. ahh", seruku sambil
melambatkan kocokkan pada kontolku yang
semakin lemah ereksinya setelah aku
mendapatkan kenikmatanku.
Aku lihat ke bawah Kak Erna sudah memakai
handuk dan hendak keluar dari kamar mandi itu.
Akupun bergegas turun dari atas plafon itu,
untung saja kedua adikku belum pulang dari
bermain sehingga aku dapat turun dengan
aman. Setelah aku berada diatas tempat tidurku
aku mulai berpikir ternyata ada orang lain yang
bisa menjadi media masturbasiku selain Papa
dan Mamaku.
Sejak itu aku semakin rutin naik keatas plafon
untuk melampiaskan birahiku terlebih malam
hari untuk menyaksikan Papa dan Mamaku
menjadi tontonan pornoku secara langsung.
Bahkan tanteku yang sedang mandi juga pernah
kujadikan media masturbasiku.


Adult | GO HOME | Exit
1/1243
U-ON

inc Powered by Xtgem.com